PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN KELAPARAN
Pertumbuhan
penduduk adalah perubahan
populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah
individu dalam sebuah populasi menggunakan “per waktu unit” untuk pengukuran.
Sebutan pertumbuhan penduduk merujuk pada semua spesies, tapi selalu
mengarah pada manusia, dan sering digunakan secara informal untuk sebutan
demografi nilai pertumbuhan penduduk, dan digunakan untuk merujuk pada
pertumbuhan penduduk dunia.
Kelaparan adalah suatu
kondisi di mana tubuh masih membutuhkan makanan, biasanya saat perut telah
kosong baik dengan sengaja maupun tidak sengaja untuk waktu yang cukup lama.
Kelaparan adalah bentuk ekstrem dari nafsu makan normal.
Istilah ini umumnya digunakan untuk merujuk kepada kondisi kekurangan gizi yang
dialami sekelompok orang dalam jumlah besar untuk jangka waktu yang relatif
lama,biasanya karena kemiskinan, konflik politik, maupun kekeringan cuaca.
Indonesia boleh dibilang memiliki catatan yang cukup mengesankan dalam usaha
mengurangi kemiskinan. secara jelas menunjukkan bahwa secara umum perkembangan
persentase penduduk miskin Indonesia selama empat dekade terakhir menunjukkan
tren yang menurun. Selama periode 1976-1996, melalui performa pertumbuhan
ekonomi yang mengesankan, yakni dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7 persen
per tahun, Indonesia telah berhasil mengurangi persentase penduduk miskin yang
mencapai 40,1 persen pada pertengahan 1976 hingga hanya mencapai 11,3 persen
pada tahun 1996. Menurut Timmer dalam Tambunan (2006), selama periode ini,
terdapat beberapa sumber utama pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk di
dalamnya pertumbuhan pesat di sektor pertanian. Kontribusi dominan sektor pertanian
berakhir pada penghujung dekade 80an ketika perannya mulai digantikan oleh
industri manufaktur. Pada periode ini pula, mulai terjadi perpindahan tenaga
kerja dari sektor pertanian (daerah perdesaan) ke sektor industri manufaktur
(daerah perkotaaan)
Dan juga menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan
menurun secara konsisten selama periode 1976-1996 dengan tren penurunan yang
cukup tajam. Penurunan persentase penduduk miskin di daerah perdesaan lebih
cepat bila dibandingkan dengan di daerah perkotaan. Pada tahun 1976, jumlah
penduduk miskin di daerah perdesaan mencapai 44,2 juta orang atau sekitar 40,4
persen dari total penduduk perdesaan, jumlah ini kemudian menurun secara
drastis pada tahun 1993: jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan turun
menjadi 17,2 juta orang atau sekitar 13,8 persen dari total penduduk perdesaan.
Sebuah capaian yang sungguh mengesankan, ini artinya dalam kurun waktu 27
tahun, jumlah penduduk miskin di perdesan berkurang sebesar 27 juta orang.
Berikut adalah data statistic presentase kemiskinan dari tahun 1976 sampai
dengan tahun 2009.
Ini hari
Minggu. Tadi, sebelum sarapan, saya meng-input keyword lapar di google dan
tampil 8,190,000 results (0.33 seconds). Kemudian, saya input nasi dan tampil
66,300,000 results (0.26 seconds).
Wow, seru
juga bermain-main dengan google di kala senggang seperti ini. Ketika saya input
kelaparan, tampil 3,570,000 results (0.34 seconds). Rupanya content tentang dan
terkait dengan lapar, jauh lebih banyak dibandingkan dengan content yang
terkait dengan kelaparan.Setidaknya, ini
salah satu potret keragaman content di dunia google. Apakah ini bisa kita
jadikan cermin tentang lapar dan kelaparan di dunia nyata?
Bagaimana korelasinya dengan lapar dan kelaparan di
Indonesia?
Lapar -
About 8,190,000 results (0.33 seconds)
Hungry -
About 164,000,000 results (0.47 seconds)
Kelaparan
- About 3,570,000 results (0.34 seconds)
|
Kelaparan Dalam Angka
Barangkali
memang tak mudah untuk mencari korelasinya. Yang saya tahu, Indonesia pada
Sabtu 15 Juni 2013 lalu menerima penghargaan yang cukup prestisius dari badan
pangan dunia, Food Agricultural Organization (FAO). Penghargaan itu diberikan di Roma, Italia. Indonesia, menurut FAO, pantas
mendapat penghargaan karena negeri tropis ini dinilai berhasil mengatasi bahaya
kelaparan.
Indonesia berhasil menurunkan tingkat kelaparan
19,9 persen pada periode 1990-1992 menjadi 8,6 persen pada 2010-2012. Pada
1990, ada 37 juta orang yang kelaparan dan pada 2012 angka kelaparan di
Indonesia tercatat 21 juta orang. Di tingkat dunia, menurut catatan
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), masih ada sekitar 870 juta masyarakat yang
masih kelaparan.
Dari 192 negara di dunia, negeri ini menjadi salah
satu dari 35 negara yang juga mendapatkan penghargaan serupa. Tentu ini menjadi
sebuah kehormatan dan menjadi salah satu capaian penting bagi perjalanan bangsa
ini. Di negeri tropis yang sinar matahari dan hujan senantiasa tersedia sepanjang
tahun, memang sudah sepatutnya Indonesia memiliki ketahanan pangan yang kuat.
Modal dasar alam demi menunjang ketahanan pangan,
praktis tersedia melimpah. Gunung dengan hutan yang lebat,
tersebar di mana-mana. Sungai yang luas dan lebar, mengalir dari hulu ke hilir.
Sawah dan ladang terhampar di hampir seluruh pelosok negeri. Untuk urusan
pertanian, nyaris tak ada yang tak disediakan alam untuk penduduk negeri ini.
Rekor Produksi Padi
Saya
kemudian meng-input beras dan tampil 13,400,000 results (0.37 seconds).
Selanjutnya, saya meng-input nasi dan tampil 66,300,000 results (0.26 seconds).
Rupanya, content tentang dan terkait nasi jauh lebih banyak dibandingkan dengan
beras di dunia google.
Beras -
About 13,400,000 results (0.37 seconds)
Pangan -
About 15,900,000 results (0.31 seconds)
Makanan -
About 36,300,000 results (0.56 seconds)
Nasi -
About 66,300,000 results (0.26 seconds)
Rice -
About 269,000,000 results (0.27 seconds)
Food -
About 2,060,000,000 results (0.51 seconds)
|
Beras dan nasi, bagaimanapun juga merupakan makanan
pokok sebagian besar penduduk negeri ini. Sebagaimana kita tahu, beras berasal
dari padi yang dihasilkan petani dari sawah. Yang bertani dan menghasilkan
padi, tentu bukan hanya kita. Sebagian penduduk di negara-negara tetangga kita
juga bertani dan menghasilkan padi.Dengan hamparan sawah yang luas,
seharusnya negeri ini senantiasa surplus padi dan surplus beras.
Tapi,
nyatanya, tidak demikian. Indonesia terkenal sebagai negara pengimpor
beras. Badan Urusan Logistik atau disingkat Bulog adalah institusi
yang mengurus urusan beras ini. Seharusnya, karena beras adalah makanan pokok
rakyat, kebutuhan harian rakyat, Bulog hendaknya tampil paling depan untuk
membela kepentingan rakyat. Pada kenyataannya, justru sebaliknya, sejumlah
pimpinan Bulog justru menjadikan Bulog sebagai sawah-ladang mereka, sebagai
lahan korupsi mereka. Bukan mengutamakan rakyat.
Ini terbukti
dengan tersangkutnya beberapa kepala Bulog dengan masalah hukum. Antara lain,
Rahardi Ramelan (1998-2001) terjerat dana nonbujeter Rp 54,6 miliar. Beddu
Amang (1993-1998) karena skandal impor pakan ternak senilai Rp 841 miliar pada
tahun 1997. Bustanil Arifin (1988-1993) karena korupsi dan mark
up dana Bulog senilai Rp 10 miliar. Widjanarko Puspoyo (2003-2007) karena
korupsi dalam ekspor beras Bulog ke Afrika Selatan dan penerimaan hadiah dari
rekanan Bulog.
Perilaku
sejumlah petinggi Bulog itu tentu saja sangat merugikan rakyat dan bukan tak
mungkin akan menambah jumlah penduduk yang kelaparan. Namun, syukurlah, ada
kabar gembira tentang peningkatan produksi padi, sebagaimana
diberitakan tempo.co, Rabu, 01 Mei 2013 | 14:43 WIB, Indonesia Catat
Rekor Produksi Padi:
Perserikatan Bangsa-Bangsa mencatat bahwa Indonesia
mencapai rekor terbaru panen padi di Indonesia pada kuartal satu tahun 2013.
Volume panen padi saat ini mencapai 72,1 juta metrik ton atau meningkat 4,4
persen dibandingkan tahun lalu, yang sebanyak 69,05 juta metrik ton.
Impor padi pada musim 20013-2014 turun menjadi 9,4
juta ton dari sebelumnya 9,8 juta ton. Harga untuk beras berkualitas menengah
domestik mengalami kenaikan, lalu kembali turun pada bulan berikutnya.
Ledakan Mulut
Menganga
Penghargaan FAO dan rekor produksi padi, agaknya
tak mudah untuk dipertahankan. Apalagi dengan tingkat pertumbuhan pejabat yang
korupsi di berbagai lini. Bukan hanya jumlah pejabat korupsi yang meningkat,
nominal yang mereka korupsi juga cenderung naik. Bahkan, para penegak hukum
yang seharusnya menegakkan hukum, justru menjadi biang dari sejumlah tindak
korupsi. Boleh jadi, sejumlah pejabat yang korupsi, terhindar dari kelaparan.
Sebaliknya, jumlah rakyat yang kelaparan akan terus bertambah sebagai akibat langsung
dan tak langsung dari tindak korupsi para pejabat tersebut.
Faktor lain yang juga akan menambah jumlah penduduk
yang kelaparan adalah pertumbuhan penduduk itu sendiri. Ketersediaan pangan
dengan jumlah mulut yang menganga minta makan menjadi tidak seimbang. Ditambah
lagi dengan harga pangan yang terus membubung, sementara daya beli masyarakat
tak cukup untuk menjangkaunya. Rentetan faktor yang relevan dengan
naik-turunnya jumlah penduduk yang kelaparan ini, bisa terus bertambah seiring
dengan rendahnya perhatian penyelenggara negara terhadap masalah kependudukan.
Siti Zuhro, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), dalam seminar Kependudukan vs Politik, di Jakarta,
Kamis, 01 Agustus 2013, menilai, isu kependudukan kurang sexy dan tidak menjual
secara politik. Sosiolog dari Universitas Indonesia, Imam Prasodjo, menilai
politisi Indonesia cenderung gemar menggeluti isu jangka pendek yang lebih
cepat kelihatan hasilnya sehingga menguntungkan secara politik bagi dirinya.
Penilaian Siti Zuhro dan Imam Prasodjo tersebut, setidaknya menjadi indikasi
betapa masalah kependudukan tidak mendapat perhatian yang cukup dari
penyelenggara negara ini.
Ledakan penduduk Indonesia yang kini mencapai 242
juta jiwa merupakan tanggung jawab semua pihak, baik pemerintah, masyarakat,
dan swasta. Jika laju pertambahan penduduk yang rata-rata 3,5 juta-4 juta per
tahun tidak segera ditekan, diprediksi pada 2045 jumlah penduduk Indonesia
mencapai 450 juta jiwa. Dengan asumsi populasi bumi 9 miliar jiwa pada saat
itu, berarti 1 dari 20 penduduk dunia adalah orang Indonesia. Apa yang terjadi
dengan Indonesia pada 2045, ketika 1 dari 20 penduduk dunia adalah orang
Indonesia? Jawabnya: Indonesia akan menjadi negeri kelaparan.
sumber
0 komentar:
Posting Komentar